Senin, 24 November 2008

Seni Rupa Berjalan-jalan

Walaupun sudah cukup lama ditulis,
tapi untuk mengelorakan lagi semangat kembali bermain AIRBRUSH,
tak ada salahnya kita menelusuri lagi kenangan lama masa-masa keemasan Airbrush sebelum tersaingi oleh kehadiran era digital...


sumber : KOMPAS - Minggu, 4 Mei 1997
ditulis oleh : Agus Dermawan T, pengamat seni rupa
Seni Rupa Berjalan-jalan

DI London, Inggris, orang-orang di jalanan senantiasa
menyaksikan pemandangan baru karya-karya seni rupa yang
berjalan-jalan. Karya-karya tersebut adalah lukisan-lukisan di
tubuh bus, baik yang bertingkat (double decker) atau tak
bertingkat (single decker). Bak merak yang memamerkan keelokan
tubuhnya, bus-bus itu menyusur rute demi rute. Kehadiran ribuan
bus bergambar ini tentulah mewarnai kota London yang setiap
harinya ditutup kabut kesibukan, nyaris tidak tembus warna-
warni cahaya.

Masyarakat di sepanjang trotoar New York, Amerika Serikat,
dalam setiap kwartal digembirakan dengan kemunculan baliho-
baliho film baru yang meluncur dari halte ke halte. Meluncur,
karena baliho-baliho ini menempel di tubub-tubuh bus. Daya
indah dan promosi poster yang dirancang desainer poster film,
di-terjemahkan di atas lekuk-lekuk tubuh bus hingga kemudian
film Evita, The English Patient, Jerry Maguire atau Mars Attack
seperti digotong ke mana-mana. Masyarakat New York, selain
disuguhi informasi kultural juga dilintasi hiburan visual dari
jam ke jam.

Lukisan-lukisan iklan di tubuh bus atau full body painting
advertising, kini semakin diminati banyak pihak. Pasalnya, di
mata penghasil produk, peneraan iklan di tubuh kendaraan umum
seperti bus dinilai sangat efektif. Gambar-gambar iklan tidak
dicari oleh mata para konsumennya, namun sebaliknya, justru
menghampiri pandangan masyarakat di mana saja. Mobilitas bus
kota yang tinggi menjanjikan kerapnya perjumpaan mata publik
dengan seni rupa promotif itu.

Kesadaran efektivitas promosi lewat tubuh bus, mendorong
tumbuhnya kreativitas perancang desain iklan di tubuh bus. Tak
cuma di kota gemerlap seperti London, New York, Berlin atau
Paris saja seni rupa bus kota itu muncul, tapi juga di Jakarta.
Di kota berpenduduk sekitar sembilan juta manusia ini bus hadir
sebagai sarana ang-kutan yang amat vital. Ia bergemuruh
melintas-lintas dari Blok M ke Kota, dari Kota ke Kampung
Rambutan, dari Pulogadung ke Lebakbulus, dari Grogol ke
Serpong, terus berputar-putar. Bayangkan bila semua bus
tersebut diselimuti gambar-gambar indah, betapa hiburan mata
tak pernah lepas.

Sementara itu sebuah tatanan gambar iklan yang bagus adalah
medium untuk mengasah sensibilitas masyarakat atas dunia seni
rupa yang lebih luas. Biasanya dari sensasi-sensasi gambar
iklan itulah seseorang akan dibawa menuju ke penikmatan karya
seni rupa yang menyimpan dimensi spiritual lebih dalam. Sebagai
public art seni rupa di tubuh bus sangat menjanjikan jangkauan
penikmatan yang nyaris tak terbatas.

Dibanding dengan kota-kota besar lain di negara maju, gambar-
gambar iklan di tubuh bus Jakarta belum jauh berkembang.
Meskipun cikal bakal seni rupa di bus ini sudah muncul 40 tahun
lalu, ketika Perum PPD mengiklankan Colgate's odol di pundak
opletnya. Gambarnya sederhana, seorang wanita muda berbaju
encim nampak tersenyum kepada semua orang. Giginya yang putih
berkilatan, di sebelahnya gambar odol.

Meski belum optimal, kecenderungan bersenirupa iklan di
kendaraan umum - biasanya bus - dalam empat tahun terakhir
bukan main meningkat. Sebuah data menulis, tahun 1993 total
pengeluaran untuk media di luar ruang Rp 35 milyar. Tahun 1994
naik tiga kali lipat menjadi Rp 176 milyar. Tahun lalu
terbilang lebih dari Rp 250 milyar. Satu dari media luar ruang
itu adalah iklan di tubuh bus yang dianggap sebagai sarana
promosi efektif.

***

NAMUN masalah yang muncul kemudian bukan soal efektivitas iklan
saja, tetapi - ini yang terpenting - sejauh mana pencapaian
mutu seni gambar-gambar iklan yang dibuat. Kini di sepanjang
jalan raya Jakarta dengan selimut debu dan asap knalpot,
berseliweran gambar-gambar di tubuh bus dalam berbagai gaya.
Sebagian besar terwujud dalam pencitraan fotografis. Sosok-
sosok manusia, benda-benda tak bergerak seperti uang, kartu,
sepatu, diwujudkan dengan teknik airbrush. Sebagian lagi muncul
dalam gubahan bergaya art deco.

Pada sejumlah bus, gambar-gambar terbentuk dalam spirit
ilustratif. Sejumlah style gambar iklan masih berusaha
mendekati jangkauan selera umum. Bila produk hamburger yang
ditawarkan, maka gambar hamburger raksasalah yang dibuat. Bila
iklan berkehendak menjual sabun, maka bungkusan sabun yang
disodorkan sebagai obyek visual. Suguhan yang "lurus".

Memang ada satu-dua yang mencoba untuk membelitkan gagasan
lewat metafora-metafora bentuk, menggesek kesan surealistik.
Misalnya, sebuah bank mengiklankan usahanya dengan gambar uang
yang melesat ke antariksa, memutari planet-planet, menguasai
mayapada. Sebuah ide yang me-mikat, meski penyelesaiannya
cenderung mengesankan seram ketimbang estetik. Satu produk
penganan anak-anak yang berbentuk batang-batang, menganalogikan
dirinya lewat gambar kambing yang tubuhnya terulur dan
"paaaaanjang". Iklan ini, untuk badan bus yang memang menjulur
jauh ke belakang, menemui format yang pas. Hasilnya unik dan
menciptakan rasa suka cita bagi pemandangnya.

"Memang para pemasang iklan di sini belum terlalu berani
menerobos gaya konvensional," tutur Kemal Adhisurya, sarjana
seni rupa yang duduk sebagai manajer operasi sebuah perusahaan
full body painting bus.

Ketidakberanian menerobos itu semakin ditegaskan lewat setiap
gambar iklan yang senantiasa mengekspos teks dalam huruf-huruf
besar, sehingga akibatnya sangat verbal. Terkesan, pemilik
produk takut promosinya tak terbaca. Hal ini bisa dibandingkan
dengan sebuah iklan produk garmen di bus Singapura, yang
seluruh tubuh bus disulap menjadi ruang dalam lemari baju. Ada
pula iklan The Army, penawaran sekolah tembak, bergambar tank
dengan moncong meriam siap tembak. Ketika bus tersebut bergerak
selayak tank di jalan raya.

Apa pun bentuknya, gambar-gambar iklan di bus dewasa ini sudah
mewarnai Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia.
Sayangnya, gambar-gambar tersebut hampir tak pernah utuh
wujudnya. Grafiti dengan cat semprot, bahkan torehan benda
tajam merusak gambar-gambar yang susah-susah dibuat. Pernahkah
Anda melihat gigi depan artis Marissa Haque sekoyong-konyong
ompong, karena bagian gigi itu dicat hitam oleh tangan
vandalis? ***

Tidak ada komentar: