Minggu, 24 Mei 2009

LOGO ADALAH CITRA

Pertanyaan :
Saya melihat banyak orang suka membuat Logo sebuah usaha tapi tidak cantik dan seenaknya, bahkan setelah jadi pun suka tidak standar dalam meletakkan Logo tersebut di media seperti pada kemasan, stationery, banner, iklan dan lainnya. Huruf sering tidak konsisten, warna juga tidak sama satu dengan yang lain. Bagaimana sebaiknya ?
(Bayu Gautama – Magelang)


Sebuah pertanyaan yang bagus yang coba saya jelaskan secara singkat dipemaparan di bawah ini. Tetapi kita perlu pemahaman terlebih dahulu arti Logo yang sesungguhnya karena masyarakat masih menganggap bahwa Logo adalah sama dengan Lambang atau Simbol. Lebih khusus lagi adanya kerancuan pengertian antara Logo dengan Corporate Identity, Trademark, Brandname atau Mascot. Hal ini terjadi karena banyaknya definisi tentang Logo yang dikeluarkan oleh berbagai sumber. Tapi dari beberapa referensi dapat disimpulkan bahwa pengertian Logo adalah cap dagang atau merk dari produk, perusahaan, organisasi atau lembaga untuk keperluan komunikasi, perdagangan dan perlindungan hukum. Merk ini didesain dengan bagus dan diaplikasikan secara konsisten pada beberapa media komunikasi.

Jika sebuah Logo dirancang dengan baik dan diaplikasikan secara konsisten, baik kandungan warnanya, typografinya, komposisi dan tata letaknya, maka keseluruhan program ini yang dinamakan Corporate Identity atau Identitas Kelembagaan.
Dalam sebuah Corporate Identity, Logo diciptakan dengan proses kreatif dan aturan-aturan standard dalam mengaplikasikannya. Proses kreatif ini adalah saat penciptaan desain, pemilihan huruf, warna, maupun elemen desain yang lain. Tapi standard aturan yang harus dijalani dalam aplikasi di semua media adalah standard baku yang harus dilaksanakan. Seperti standard warna, jenis huruf, skala bentuk adalah sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat lagi. Sehingga logo sebagai citra dari sebuah perusahaan dapat tercermin dari visualisasi logo tersebut.

Contoh fenomenal yang masih bisa kita ingat adalah saat penciptaan Logo Garuda Indonesia oleh Walter Landor Associates yang menghabiskan biaya milyaran Rupiah puluhan tahun silam, bagi kita seperti tonggak pembelajaran kreatifitas penciptaan sebuah Logo. Bahwa Logo ternyata tidak hanya terdiri dari huruf dan warna saja, tapi didalamnya terdapat nilai-nilai filosofi dan citra dari perusahaan yang akan melekat dimana saja Logo itu berada. Bagaimana kita bisa bayangkan bila konsistensi aplikasi di media komunikasi dilakukan tanpa standard yang baku. Logo Garuda Indonesia akan di tempatkan di stationery seperti kartu nama, kertas surat,merchandiser kecil seperti kemasan tusuk gigi sampai Logo di badan pesawat dengan ukuran yang sangat raksasa. Untuk itulah saya menekankan bahwa standard ini adalah sebuah keharusan.

Sebegitu pentingnya arti Logo, sampai beberapa perusahaan melakukan pembaharuan dari logo yang sudah kita kenal selama ini, karena selalu saja yang namanya “baru” menyimpan sebuah optimisme ke depan. Demikian pula dengan penggantian logo perusahaan, terasa ada semangat baru yang ingin dikedepankan. Tidak hanya sign board, kop surat atau tanda-tanda perusahaan lain yang baru. Visi perusahaan pun ikut diubah seiring dengan pergantian tersebut.

Cermin dari pembaharuan itu terlihat dari komponen-komponen logo tersebut seperti warna, bentuk, dan tulisan. Meski banyak orang yang tidak menyadari hubungan antara komponen logo tersebut dengan semangat baru perusahaan, namun kenyataannya sebuah logo seringkali merangsang penglihatan kita untuk mencari tahu apa yang ada di balik logo tersebut.
Sayangnya banyak perusahaan juga yang tidak peduli dengan logo. Apalagi untuk perusahaan-perusahaan berskala kecil, logo sekadar menjadi identitas dan penyederhanaan dari merek. Desain logo diserahkan kepada desainer yang tidak memahami nilai-nilai perusahaan dengan baik.

Tidak semua perusahaan memang memahami cara mengembangkan merek dengan baik. Kalaupun mau berkonsultasi dengan pakar, mereka harus keluar biaya yang tidak sedikit. Tidak cukup melalui konsultan lokal, kadang-kadang konsultan luar pun harus dipergunakan untuk sekadar berpikir tentang desain logo. Excelcomindo Pratama misalnya, harus mengelurkan sedikitnya 1 miliar rupiah untuk mengganti logo mereka lewat tangan konsultan asing dari Australia, Cornwell Brand. Prosesnya pun tidak sebentar karena memakan waktu berbulan-bulan.

Logo sendiri sebenarnya hanya sebagian dari strategi menciptakan ekuitas merek yang kuat. Seperti dikatakan oleh Jovan Tay, Director Brandz, penciptaan logo sebenarnya hanya sebagian dari upaya penciptaan identitas merek. Konsultan merek yang berlokasi di enam negara di Asia ini kini masuk ke pasar Indonesia dengan pertimbangan bahwa pengembangan merek di Indonesia (termasuk di Asia) terbilang belum canggih. Apalagi jika berkeinginan untuk menjadi merek global. Menurut Jovan, merek tidak bisa dibangun secara sembarangan dan logo sendiri sebenarnya hanya sebagian dari output yang dihasilkan dari kegiatan membangun merek.

Masihkah anda akan meremehkan Logo sebagai Corporate Identity perusahaan anda ?

Tidak ada komentar: